Minggu, 17 Agustus 2014

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir By: Alan'd Fisherman

Sudah menjadi suatu mitos yang berkembang ditengah-tengah masyarakat bahwa Indonesia memiliki kekayaan laut yang berlimpah, baik sumber hayatinya maupun non hayatinya, walaupun mitos seperti itu perlu dibuktikan dengan penelitian yang lebih mendalam dan komprehensif.  Terlepas dari mitos tersebut, kenyataannya Indonesia adalah negara maritim dengan 70% wilayahnya adalah laut, namun sangatlah ironis sejak 32 tahun yang lalu kebijakan pembangunan perikanan tidak pernah mendapat perhatian yang serius dari pemerintah.
Implikasi dari tidak adanya prioritas kebijakan pembangunan perikanan tersebut, mengakibatkan sangat minimnya prasarana perikanan di wilayah pesisir, terjadinya abrasi wilayah pesisir dan pantai, pengrusakan ekosistim laut dan terumbuh karang, serta belum teroptimalkannya pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan.

Persoalan Pembangunan Perikanan

Implikasi langsung terhadap peningkatan pertumbuhan penduduk adalah makin meningkatnya tuntutan kebutuhan hidup, sementara potensi sumber daya alam di darat yang kita miliki sangatlah terbatas.  Hal tersebut mendorong kita untuk mengalihkan alternatif potensi sumber daya alam lain yang kita miliki yaitu potensi kelautan.  Ada lima potensi kelautan yang dapat kita andalkan, yaitu:
1)    Potensi perikanan,
2)   Potensi wilayah pesisir,
3)   Potensi sumber daya mineral, minyak dan gas bumi bawah laut,
4)   Potensi pariwisata, dan potensi transportasi laut.


Kebijakan pembangunan kelautan, selama ini, cendrung lebih mengarah kepada kebijakan “produktivitas” dengan memaksimalkan hasil eksploitasi sumber daya laut tanpa ada kebijakan memadai yang mengendalikannya.  Akibat dari kebijakan tersebut telah mengakibatkan beberapa kecendrungan yang tidak menguntungkan dalam aspek kehidupan, seperti:
a)    Aspek Ekologi, overfishing penggunaan sarana dan prasarana penangkapan ikan telah cendrung merusak ekologi laut dan pantai (trawl, bom, potas, pukat harimau, dll) akibatnya menyempitnya wilayah dan sumber daya tangkapan, sehingga sering menimbulkan konflik secara terbuka baik bersifat vertikal dan horisontal (antara sesama nelayan,  nelayan dengan masyarakat sekitar dan antara nelayan dengan pemerintah).
b)   Aspek Sosial Ekonomi, akibat kesenjangan penggunaan teknologi antara pengusaha besar dan nelayan tradisional telah menimbulkan kesenjangan dan kemiskinan bagi nelayan tradisional.  Akibat dari kesenjangan tersebut menyebabkan sebagian besar nelayan tradisional mengubah profesinya menjadi buruh nelayan pada pengusaha perikanan besar.
c)    Aspek Sosio Kultural, dengan adanya kesenjangan dan kemiskinan tersebut menyebabkan ketergantungan antara masyarakat nelayan kecil/ tradisional terhadap pemodal besar/modern, antara nelayan dan pedagang, antara pherphery terdapat center, antara masyarakat dengan pemerintah.  Hal ini menimbulkan penguatan terhadap adanya komunitas juragan dan buruh nelayan

Arah modernisasi di sektor perikanan yang dilakukan selama ini, hanya memberi keuntungan kepada sekelompok kecil yang punya kemampuan ekonomi dan politis, sehingga diperlukan alternatif paradigma dan strategis pembangunan yang holistik dan terintegrasi serta dapat menjaga keseimbangan antara kegiatan produksi, pengelolahan dan distribusi.

Konsep Pembangunan Alternatif

Paradigma pembangunan holistik, yaitu pembangunan yang dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi yang sangat memperhatikan aspek spasial, yaitu pembangunan berwawasan lingkungan, pembangunan berbasis komunitas, pembangunan berpusat pada rakyat, pembangunan berkelanjutan dan pembangunan berbasis kelembagaan.
Untuk mewujudkan pembangunan yang holistik tersebut diperlukan alternatif srategi, yaitu strategi yang berorientasi pada sumber daya atau Resource Base Strategy (RBS), yang meliputi ketersedian sumber daya, faktor keberhasilan serta proses belajar.
Pendekatan dalam RBS adalah strategi pengelolaan sumber daya lokal/pesisir dan kelautan yang berorientasi pada: kualitas, proses, kinerja, pengembangan, budaya, lingkungan (management by process) yang berdasarkan pada pembelajaran, kompetensi, keunggulan, berpikir sistematik, dan pengetahuan (knowledge based management).

Memberdayakan Masyarakat Pesisir

Saat ini banyak program pemberdayaan yang menklaim sebagai program yang berdasar kepada keinginan dan kebutuhan masyarakat (bottom up), tapi ironisnya masyarakat tetap saja tidak merasa memiliki akan program-program tersebut sehingga tidak aneh banyak program yang hanya seumur masa proyek dan berakhir tanpa dampak berarti bagi kehidupan masyarakat. 
Pertanyaan kemudian muncul apakah konsep pemberdayaan yang salah atau pemberdayaan dijadikan alat untuk mencapai tujuan tertentu dari segolongan orang?
Memberdayakan masyarakat pesisir berarti menciptakan peluang bagi masyarakat pesisir untuk menentukan kebutuhannya, merencanakan dan melaksanakan kegiatannya, yang akhirnya menciptakan kemandirian permanen dalam kehidupan masyarakat itu sendiri.
Memberdayakan masyarakat pesisir tidaklah seperti memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat lainnya, karena didalam habitat pesisir terdapat banyak kelompok kehidupan masayarakat diantaranya:
a)    Masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir yang mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan dilaut.  Kelompok ini dibagi lagi dalam dua kelompok besar, yaitu nelayan tangkap modern dan nelayan tangkap tradisional.  Keduanya kelompok ini dapat dibedakan dari jenis kapal/peralatan yang digunakan dan jangkauan wilayah tangkapannya.
b)   Masyarakat nelayan pengumpul/bakul, adalah kelompok masyarakt pesisir yang bekerja disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan.  Mereka akan mengumpulkan ikan-ikan hasil tangkapan baik melalui pelelangan maupun dari sisa ikan yang tidak terlelang yang selanjutnya dijual ke masyarakat sekitarnya atau dibawah ke pasar-pasar lokal.  Umumnya yang menjadi pengumpul ini adalah kelompok masyarakat pesisir perempuan.
c)    Masayarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan yang paling banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari mereka dapat terlihat dari kemiskinan yang selalu membelenggu kehidupan mereka, mereka tidak memiliki modal atau peralatan yang memadai untuk usaha produktif. Umumnya mereka bekerja sebagai buruh/anak buah kapal (ABK) pada kapal-kapal juragan dengan penghasilan yang minim.
d)   Masyarakat nelayan tambak, masyarakat nelayan pengolah, dan kelompok masyarakat nelayan buruh. 

Setiap kelompok masyarakat tersebut haruslah mendapat penanganan dan perlakuan khusus sesuai dengan kelompok, usaha, dan aktivitas ekonomi mereka.  Pemberdayaan masyarakat tangkap minsalnya, mereka membutukan sarana penangkapan dan kepastian wilayah tangkap. Berbeda dengan kelompok masyarakat tambak, yang mereka butuhkan adalah modal kerja dan modal investasi, begitu juga untuk kelompok masyarakat pengolah dan buruh.  Kebutuhan setiap kelompok yang berbeda tersebut, menunjukkan keanekaragaman pola pemberdayaan yang akan diterapkan untuk setiap kelompok tersebut.
Dengan demikian program pemberdayaan untuk masyarakat pesisir haruslah dirancang dengan sedemikian rupa dengan tidak menyamaratakan antara satu kelompk dengan kelompok lainnya apalagi antara satu daerah dengan daerah pesisir lainnya.  Pemberdayaan masyarakat pesisir haruslah bersifat bottom up dan open menu, namun yang terpenting adalah pemberdayaan itu sendiri yang harus langsung menyentuh kelompok masyarakat sasaran. Persoalan yang mungkin harus dijawab adalah:  Bagaimana memberdayakannya?
Banyak sudah program pemberdayaan yang dilaksanakan pemerintah, salah satunya adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP).  Pada intinya program ini dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu:
(a)     Kelembagaan. Bahwa untuk memperkuat posisi tawar masyarakat, mereka haruslah terhimpun dalam suatu kelembagaan yang kokoh, sehingga segala aspirasi dan tuntutan mereka dapat disalurkan secara baik. Kelembagaan ini juga dapat menjadi penghubung (intermediate) antara pemerintah dan swasta. Selain itu kelembagaan ini juga dapat menjadi suatu forum untuk menjamin terjadinya perguliran dana produktif diantara kelompok lainnya.
(b)     Pendampingan. Keberadaan pendamping memang dirasakan sangat dibutuhkan dalam setiap program pemberdayaan. Masyarakat belum dapat berjalan sendiri mungkin karena kekurangtauan, tingkat penguasaan ilmu pengetahuan yang rendah, atau mungkin masih kuatnya tingkat ketergantungan mereka karena belum pulihnya rasa percaya diri mereka akibat paradigma-paradigma pembangunan masa lalu.  Terlepas dari itu semua, peran pendamping sangatlah vital terutama mendapingi masyarakat menjalankan aktivitas usahanya. Namun yang terpenting dari pendampingan ini adalah menempatkan orang yang tepat pada kelompok yang tepat pula.
(c)     Dana Usaha Produktif Bergulir. Pada program PEMP juga disediakan dana untuk mengembangkan usaha-usaha produktif yang menjadi pilihan dari masyarakat itu sendiri. Setelah kelompok pemanfaat dana tersebut berhasil, mereka harus menyisihkan keuntungannya untuk digulirkan kepada kelompok masyarakat lain yang membutuhkannya.  Pengaturan pergulirannya akan disepakati di dalam forum atau lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sendiri dengan fasilitasi pemerintah setempat dan tenaga pendampingan.

Potensi Sumberdaya Perikanan Kab.Kepulauan Sula


Potensi perikanan Kabupaten Kepulauan Sula sangat besar. Sumberdaya perikanan tersebut yang mempunyai nilai ekonomi tinggi adalah jenis ikan cakalang, tuna, kerapu dan lobster. Disamping itu juga terdapat berbagai jenis ikan lainnya. Dilihat dari produktifitas perikanan Kabupaten Kepulauan Sula, masih sangat sedikit potensi yang dimanfaatkan. Disamping perikanan tangkap terdapat juga potensi perikanan budidaya dengan luas lokasi pengembangan budidaya sebesar 7.712 Ha.
 
Tabel 1. Perkembangan Produksi Perikanan dan Sumberdaya Laut Kabupaten Kepulauan Sula.
JENIS IKAN
TAHUN (Ton)
2011
2012
2013
1
2
3
4
Cakalang
3,371.7
3,321.0
3,111.2
Tuna
823.1
854.2
963.9
Layang
2,071.1
2,072.1
886.1
Teri
851.7
854.1
780.2
Julung-Julung
129.3
131.4
547.9
Tongkol
889.2
903.5
893.2
Kembung
199.3
198.3
209.3
Tengiri
43.1
45.2
51.9
Madidihang
1,360.5
1,476.3
1,454.5
Kerapu
87.8
86.9
82.3
Kakap
94.4
91.6
119.6
Cumi-Cumi
22.9
24.9
25.3
JUMLAH
9,944.2
10,058.5
9,124.5
Hasil dari sektor perikanan Kabupaten Kepulauan Sula umumnya untuk dikonsumsi lokal, hanya sebagian kecil yang diperdagangkan ke luar wilayah atau antar pulau. Belum terdapat usaha pengolahan hasil perikanan dalam skala besar sebagai komoditas ekspor yang dapat mendatangkan devisa bagi Kabupaten Kepulauan Sula.
Sektor pengembangan perikanan masih bersifat tradisional dengan alat tangkap yang masih sederhana dengan menggunakan purse sine, gillnet, bagan, jaring angkat, pancing dan alat pengumpul. Sedangkan kapal dan atau perahu yang digunakan terdiri dari perahu bermotor dalam skala kecil dan perahu tanpa motor. Industri penunjang seperti Pabrik Es dan Tempat Pelelangan Ikan yang berada pada Pelabuhan Pendaratan Ikan juga belum operasi secara baik.
Tabel 2.    Sarana Prasarana Perikanan Kabupaten Kepulauan Sula Tahun 2012-2013
TAHUN
ARMADA TANGKAP
Perahu
Tanpa Motor
Motor Tempel
Kapal Motor
< 5, GT 5-10 GT - 30 GT
2012
105 Unit
93 Unit
145 Unit
2013
-
-
49 Unit
105 Unit
93 Unit
194 Unit
Selain potensi sumberdaya perikanan tangkap, Kabupaten Kepulauan Sula juga memiliki potensi perikanan budidaya yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai pengembangan kawasan unggulan (Minapolitan), dimana pengembangan kawasan sentral unggulan perikanan budidaya merupakan pengembangan kawasan agribisnis yang bertumpu pada sumberdaya lokal, potensi yang dikembangkan adalah Budidaya Rumput Laut serta dukungan potensi Keramba Jaring Apung yang tersebar dikawasan-kawasan yang dianggap strategis yaitu di desa Bajo dan desa Pohea (Kecamatan Sanana Utara) serta di desa PasIpa (Kecamatan Mangoli Barat). Adapun perkembangan produksi budidaya rumput laut dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
Tabel 3. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya Kabupaten  Kepulauan Sula.
JENIS BUDIDAYA
TAHUN (Ton)
2011
2012
2013
RUMPUT LAUT
28,496.0
80,733.9
23,329,9
KJA
-
-
-
JUMLAH
Ketersediaan lokasi pengembangan budidaya perikanan sangat besar ± 7.712 Ha dan baru dimanfaatkan sekitar 45 % untuk potensi budidaya rumput laut, dimana sampai dengan tahun 2013 produksi perikanan budidaya mengalami penurunan yang sangat signifikan yaitu 23,329.9 Ton dibanding pada tahun 2012 yaitu berkisar 80,733.9 Ton (Bentuk Basa).
Mengingat Kabupaten Kepulauan Sula di tetapkan sebagai kawasan pengembangan minapolitan dengan komoditas unggulan yaitu rumput laut, maka diharapkan kedepan untuk dapat menggerakkan ketersediaan sumberdaya baik dari upaya pengembangan kebun bibit unggul rumput laut maupun upaya peningkatan kelompok pembudidaya, yang mengarah pada peningkatan produksi dan atau produktifitas nelayan.

Tabel 4.       Jumlah Kelompok Dan Pembudidaya Perikanan Kabupaten Kepulauan Sula.
JENIS BUDIDAYA
KELOMPOK PEMBUDIDAYA
TAHUN 2012
TAHUN 2013
Kelompok
Pembudidaya
Kelompok
Pembudidaya
R.Laut
145
1,469
146
1,483
KJA
  15
     75
   35
   175
JUMLAH
160
1,544
181
1,658
 
Tabel 5.   Perkembangan Produksi Olahan Hasil Perikanan Kabupaten Kepulauan Sula.
JENIS OLAHAN
TAHUN (T0n)
2011
2012
1
2
3
Pengeringan/Ikan Asin
1,600.9
1,598.9
Pengasapan
   221.7
   221.1
Pembekuan
1,130.4
1,127.5
JUMLAH
2,953.0
2,947.5